"Akhlak & Tasawuf"
Tasawuf
adalah proses pendekatan diri pada Allah dengan cara mensucikan hati sesuci -
sucinya. Akhlak adalah ilmu yang menentukan batas antara baik dan buruk.
Jadi
kaitan / hubungan tasawuf dengan akhlak yaitu bahwa orang yang suci hatinya
akan tercermin dalam air muka dan perilakunya yang baik. Selain itu, Akhlak dan
tasawuf saling berkaitan. Akhlak dalam pelaksanaannya mengatur hubungan
horizontal antara sesama manusia. Sedangkan tasawuf mengatur jalinan komunikasi
vertikal antara manusia dengan tuhannya. Akhlak menjadi dasar dari pelaksanaan
tasawuf, sehingga dalam prakteknya tasawuf mementingkan akhlak.
Akhlak
dibagi menjadi 3, yaitu :
1.akhlak
kepada allah,
2.akhlak
kepada sesama manusia, dan
3.akhlak
kepada lingkungannya.
contoh
– contoh dari ketiga akhlak tersebut sbb :
1.
Akhlak terhadap Allah Subhannahu wa Ta'ala.
antara
lain :
a.
Al-Hubb, yaitu mencintai Allah Subhannahu wa Ta'ala melebihi cinta kepada apa
dan siapapun juga dengan mempergunakan firman-Nya dalam Al-Qur’an sebagai
pedoman hidup dan kehidupan; Kecintaan kita kepada Allah Subhannahu wa Ta'ala
diwujudkan dengan cara melaksanakan segala perintah dan menjauhi segala
larangan-Nya.
b.
Al-Raja, yaitu mengharapkan karunia dan berusaha memperoleh keridhaan Allah
Azza wa Jalla.
c.
Tawakal berserah diri kepada Allah Azza wa Jalla.^^
2.
Akhlak terhadap Manusia.
diantaranya
:
A)
Akhlak terhadap Rasulullah (Nabi Muhammad Shallallahu'Alaihi Wasallam.).
diantaranya
:
1.
Mencintai Rasulullah Shallallahu'Alaihi Wasallam. secara tulus dengan mengikuti
semua sunnahnya.
2.Menjadikan
Rasulullah Shallallahu'Alaihi Wasallam. sebagai idola, suri teladan dalam hidup
dan kehidupan.
3.Menjalankan
apa yang disuruh-Nya, tidak melakukan apa yang dilarang-Nya.
B).
Akhlak terhadap Orang Tua (birrul walidain), diantaranya :
1.Mencintai
mereka melebihi cinta kepada kerabat lainnya.
2.Berbuat
baik kepada bapak-ibu dengan sebaik-baiknya, dengan mengikuti nasehat baiknya,
tidak menyinggung perasaan dan menyakiti hatinya, membuat bapak - ibu ridha.
3.Mendo’akan
keselamatan dan keampunan bagi mereka kendatipun seorang atau kedua - duanya
telah meninggal dunia.
C).Akhlak
terhadap Diri Sendiri.
diantaranya
:
1.Memelihara
kesucian diri.
2.Menutup
aurat (bagian tubuh yang tidak boleh kelihatan,menurut hukum dan akhlak Islam).
3.Berlaku
adil terhadap diri sendiri dan orang lain.
D).
Akhlak terhadap Keluarga.
diantaranya
:
1.Saling
membina rasa cinta dan kasih sayang dalam kehidupan keluarga
2.Saling
menunaikan kewajiban untuk memperoleh hak.
3.Memelihara
hubungan silahturrahim dan melanjutkan silahturrahmi yang dibina orang tua yang
telah meninggal dunia.
E).Akhlak
terhadap Tetangga.
diantaranya
:
1.Saling
bantu di waktu senang, lebih-lebih tatkala susah.
2.Saling
beri-memberi, saling hormat-menghormati.
3.Saling
menghindari pertengkaran dan permusuhan.
F).Akhlak
terhadap Masyarakat.
diantaranya
:
1.Memuliakan
tamu.
2.Menghormati
nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat bersangkutan.
3.Menunaikan
amanah dengan jalan melaksanakan kepercayaan yang diberikan seseorang atau
masyarakat kepada kita.
G).Akhlak
terhadap Lingkungan Hidup.
diantaranya
:
1.Sadar
dan memelihara kelestarian lingkungan hidup.
2.Menjaga
dan memanfaatkan alam terutama hewani dan nabati, flora dan fauna yang sengaja
diciptakan Allah Subhannahu Wa Ta'ala. untuk kepentingan manusia dan makhluk
lainnya.
3.Sayang
pada sesama makhluk.
Hubungan Tasawuf dengan Akhlak
Tasawuf
adalah proses pendekatan diri kepada Tuhan (Allah) dengan cara mensucikan hati.
Hati yang suci bukan hanya bisa dekat dengan Tuhan malah dapat melihat Tuhan
(al-Ma’rifah). Dalam tasawuf disebutkan bahwa Tuhan Yang Maha Suci tidak dapat
didekati kecuali oleh hati yang suci.
Kalau
ilmu akhlak menjelaskan mana nilai yang baik dan mana yang buruk juga bagaimana
mengubah akhlak buruk agar menjadi baik secara zahiriah yakni dengan cara-cara
yang nampak seperti keilmuan, keteladanan, pembiasaan, dan lain-lain maka ilmu
tasawuf menerangkan bagaimana cara menyucikan hati , agar setelah hatinya suci
yang muncul dari perilakunya adalah akhlak al-karimah. Perbaikan akhlak,
menurut ilmu tasawuf, harus berawal dari penyucian hati.
Dalam
kacamata akhlak, tidaklah cukup iman seseorang hanya dalam bentuk pengakuan,
apalagi kalau hanya dalam bentuk pengetahuan. Yang “kaffah” adalah iman,ilmu
dan amal. Amal itulah yang dimaksud akhlak . Tujuan yang hendak dicapai dengan
ilmu akhlak adalah kesejahteraan hidup manusia de dunia dan kebahagian hidup di
akhirat.
Dari
satu segi akhlak adalah buah dari tasawuf (proses pendekatan diri kepada
Tuhan), tapi dari sisi lain akhlak pun merupakan usaha manusia secara
“zahiriyyah” dan “riyadhah”.
Akhlak dan Tasawuf
Tasawuf
dan akhlak merupakan disiplin ilmu dalam islam yang sangat erat sekali
hubungannnya, dan tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lain. karena
ketika kita membicarakan akhlak apek tasawuf tidak bias dilepaskan. Demikian sebaliknya jika tasawuf dibincangkan
maka akhlak Menjadi hal utama yang harus bahas. Untuk mengetahui seberapa
pentingkah hubungan akhlak dengan tasawuf mungkin kita dapat mengkaji
pendapat-pendapat ulama sebagai berikut.
الأخلاق بداية االتصوف والتصوف نهاية الأخلاق
Artinya:
Akhlak
adalah pangkal permulaan tasawuf sedangkan tasawuf batas akhir dari akhlak.
Begitu
juga halnya yang dikemuakakakan oleh Al-kattany yang telah dikemukakan oleh
al-Ghazali yang meyatakan hubungan akhlak dan tasawuf yang dinyatakan dalam perkataannya
التصوف خلق فمن زاد عليك في الخلق زاد عليك في التصوف
Artinya: tasawuf itu adalah budi pekerti, barang siapa
yang menyiapkan bekal atasmu dalam budi pekerti, maka berarti ia menyiapkan
bekal atas dirimu dalam bertasawuf.
Pengalaman
tsawuf yang dilakukan para sufi telah memberikan kesan kepada kita, bahwa
tasawuf merupakan ajaran yang meruang
lingkup kepada hubungan transenden; yang berarti hubungan hamba allah dan
tuhannya, hal ini telah diperkuat oleh pendapat Syekh Muhammad Amin Al-Kurdi,
yang mengemukakan beberapa prinsip-prinsip ajaran taawuf, sebagaimana yang
telah dikatakannya;
أصول التصوف خمسة: تقوى الله وتباع السنة والإعراض والرضا والرجوع
Artinya;
Prinsip-prinsip
tasawuf ada lima; yaitu taqwa kepada
allah mengikuti sunnah, menahan diri, rela dan bertaubat.
Selanjutnya pekerjan Taqwa yang dilakukan oleh para suif
membentuik sifat wara’ dan istiqamah. Mengikui Sunnah dalam perkataan maupun
perbuatan akan membentuk perilaku yang berakhlak mulia. Menahan diri dari
hal-hal yang bersifat sementara(Al-‘irad), akan membentuk dirinya selalu sabar
dan bertawakal. Bersikap rela (Ridla) dari pemberian allah yang kadang relative
sedikit atau banyak, membentuk dirinya bersikap Qana’ah dan lapang dada. Bertaubat kepada allah yang dilakukan baik
dengan cara terang-terangan maupun rahasia, dilakukan pada saat senang maupun
susah, sehingga dapat membentuk dirinya berkepribadian yang suka bersyukur
ketika mendapat kesenangan dan bersabar ketika mendapat kesusahan.
Dari
kelima prinsip yang dikemukakan
syekh Muhammad Imam Kurdiahlah dapat diambil kesimpulan bahwa tasawuf hanya
berupa transendel ( hubungan hamba dan allah semata). Sementara akhlak lebih luas lagi yaitu yang mencakup
hubungan manusia dengan seorang allah dan hubungan manusia dan sesame makhluk,.
Memang
ada beberapa ide untuk mendapat
keridlaan dari allah, yaitu ide-ide itu
mengaharapkan agar kegiatan tasawuf
tidak hanya diarahkan kepada kegiatan vertikal saja, tetapi lebih dari
itu ibadah horisontal dikaitkan juga, sehingga nantinya ulama tasawuf
memikirkan kebutuhan umat manusia yang sangat mendesak, maka dari itu
konsekuensinya istila-istilah yang sering dipakai dikalangan sufi harus
diartikan kembali, misalnya zuhud yang selama ini diartikan sebagai sikap meninggalkan kesenangan duniawi yang dapat
mengganggu kekonsentrasian beribadah dan lupa kepada tuhannya, hal tersebut
harus dimaksudkan dampak negtifnya bukan
Dzat dari pada kekayaannya itu sendiri.
Karena kekayaan yang dimiliki manusia
digunakan untuk mempermudah ibadah, hidup sederhana meninggalkan dari dunia
kemawahan dan untuk kesejahteraan umat
manusia, hal tersebut bisa dikatakan zuhud. Jadi yang dihindari dari pada sikap
zuhud bukan dzat dari pada kekayaan itu sendiri, tapi efek negatif dari
kekayaan itu. seperti sikap sombong, takabur, dan lalai terhadap kehidupan
akhirat.
Ide-ide
seperti ini memang sangat sulit diterima oleh para kalangan masyarakat,
terutama bagi mereka yang telah menekuni ajaran tasawuf, karena menjauhkan dari
kehidupan dunia (zuhud) dan memfakirkan diri menjadi tradisi yang turun
temurun bagi ajaran tasawuf, yang
bermula dari kehidupan rasulullah SAW, dan para sahabatnya yang termasyhur
namanya sebagai Ahlu suffah, hingga kehidupan tasawuf sekarang.
Perlu
diketahui perumusan devinisi zuhud yang menekankan sukap menjauhi dunia,
dipengaruhi oleh suasana kehidupan para sahabat dan tabi’in yang terlalu
mengejar keduniaan, terutama pembesar kerajaan, sehingga soal agama nyaris
ditingalkan. Barangkali sikap yang demikian dilatar belakangi oleh kehidupan yang mewah dengan cara yang
foya-foya pada pembesar kerajaan romawi dan Persia sebelum datangnya agama
islam, lalu tradisi tersebut dilakukan lagi oleh sebagian sahabat dan tabi’in,
terutama yang dilakukan oleh keluarga pembesar dinasti bani umayyah dan
Ab-Basyiah.
Dari
sinilah sehingga ulama tasawuf menyusun system kehidupan yang tercermin dalam
ajarannya, dengan cara mendakwah sikap zuhud dan fakir, untuk menjauhi
kehidupan mewah yang selalu membawa
manusia lalai menekuni agamanya ketika itu.
Ketika
kita menengok hancurnya peradaban
danpuncak kejayaan islam dengan runtuhnya Dinasti Bani Ab-Basyiah di Baqhdat.
dari kejadian tersebut telah menyebar para kalangan umat islam yang mulai
menjauhi kehidupan dunia dengan cara mengasingkan diri, untuk memperbaiki moral
dan akhlak umat islam. Karena pada masa sebelumnya umat islam mengalamami
krisis moral dan akhlak, dan terlalu banyak bergelimang dengan kehidupan dunia.
Akan tetapi umat islam dalam kegiatan spiritualnya keterlaluan
sehingga ajaran tasawuf terkesan dengan mengharamkan kehidupan dunia. Yang
menyebabkan aspek vertikal dan horizontal kurang seimbang.
Dengan
suasana yang berbeda antara masa lampau dengan masa sekarang maka devinisi
zuhud harus ditinjau kembali, sehingga tekanan zuhud bukan terletak pada
menjauhi dunia akan tetapi menekankan pada efek pada negatif dari kekayaan dan
kekuasaannya itu sendiri, sehingga para sufi tetap menekuni ajaran tasawufnya
dan menekuni pula kegiatan bisnisnya. Pada akhirnya ajaran tasawuf tidak hanya menekankan kepada aspek vertikal
saja, tetapi juga melakukan hubungan secara horisontal. Dan ajaran akhlak dan
tasawuf dapat terpadu, akhlak sebagai hubungan hamba allah dengan antar sesama
dan tasawuf sebagai ajaran yang transenden.
Berkenaan
dengan hubungan akhlak dengan tasawuf lebih lanjut kita harus memahami beberapa
istilah dalam ilmu tasawuf yang
menghantarkan kita dapat memahami sepenuhnya antara akhlak dengan tasawuf,
sebagai berikut;
Takhalli ialah membersihkan hati dengan
mengosongkan hati dari sifat yang tercela sepert rasa dengki, hasut, sombong
dan rasa kecintaan yang berlebihan kepada dunia. Dunia dan isinya, oleh para
sufi, dipandang rendah. Ia bukan hakekat tujuan manusia. Manakala kita
meninggalkan dunia ini, harta akan sirna dan lenyap. Hati yang sibuk pada
dunia, saat ditinggalkannya, akan dihinggapi kesedihan, kekecewaan, kepedihan
dan penderitaan. Untuk melepaskan diri dari segala bentuk kesedihan, lanjut
para saleh sufi, seorang manusia harus terlebih dulu melepaskan hatinya dari
kecintaan pada dunia, dalam artian dampak negatif dari pada dunia yang
berlebihan harus dijauhi.
sebagai tahapan yang ke dua ialah Tahalli
yaitu mengisi hati yang dikosongkan tadi
dengan sifat-siafat yang terpuji dengan cara berperilaku yang terpuji dan
mengasibukkan hatinya kapanpun dan dimanapun dengan berdzikir kepada allah
karena mendekatkan diri dengan cara bedzikir menurut para sufi dapat membawa
ketentraman pada hati, ibadah yang diwajibkan saja tidak cukup, untuk lebih
memuaskan pendekatan diri kepada tuhan diperlukan amalan-amalan khusus dengan
cara berdzikir.
Tajalli, yang merupakan kelanjutan proses
dari takhalli dan tahalli yang intinya terbukanya pintu hijab yang membatasi
manusia dengan tuhan, para kalangan sufi menyebut dengan ungkapan ma'rifah.
Ketika
seorang sufi melakukan tahapan yang utama yaitu tahapan takhalli( menghilangkan
sifat-sifat tercela) , maka ia masih dalam tingkat berakhlak. Pada tahapan yang
kedua yaitu tahalli seorang sufi dapat
dikatakan berakhlak manakala masih menghiasi dirinya dengan sifat-sifat
terpuji( Tahalli) , jika dalam tahap bersyari’at, tarekat dan ma’rifat (dalam
arti tahalli) maka ia sudah dalam tahapan tasawuf.
Setelah
sang sufi sudah bertakhalli dan bertahalli ( menghiasi dengan sifat terpuji dan
bersyari’at, tarekat dan ma’rifat), ia akan menuju tahapan yang ketiga yaitu Tajalli sebuah tahapan yang terakhir
dalam tasawuf yang disebut ma’rifah.
Dari
uraian diatas dapat saya simpulkan bahwa akhlak merupakan awal dari pada menuju
tasawuf dengan cara bertakhalli dan tahalli( dalam artian menghiasi denan
sifat-sifat terpuji) sedangkan tasawuf
tujuan akhir dari pada akhlak
yang dengan terpenuhinya tahapan tahalli ( dalam arti bersyari’at,
tarekat, hakekat dan ma’rifat) setelah para sufi sudah bertakhalli dan berhalli
maka tahapan ketiga yaitu tajalli yang sering disebut ma’rifat sebagai
kesuksesan dari pada bertasawuf.
Hubungan antara Akhlak dan Tasawuf
Istilah
tasawwuf tidak dikenal dalam kalangan generasi umat Islam pertama (sahabat) dan
kedua (tabiin), ilmu tasawwuf menurut Ibn Khaldun merupakan ilmu yang lahir
kemudian dalam Islam, karena sejak masa awalnya para sahabat dan tabiin serta
genearasi berikutnya telah memilih jalan hidayah (berpegang kepada ajaran
Al-Quran dan Sunnah Nabi) dalam kehidupannya, gemar beribadah, berdzikir dan
aktifitas rohani lainya dalam hidupnya. Akan tetapi setelah banyak orang islam
berkecimpung dalam mengejar kemewahan hidup duniawi pada abad kedua dan
sesudahnya, maka orang – orang mengarahkan hidupnya kepada ibadat disebut suffiyah
dan mutasawwifin.[1] Nah insan pilihan inilah kemudian yang mengembangkan dan
mengamalkan tasawwuf sehingga diadopsi pemikirannya sampai sekarang ini.
Akhlak
dilihat dari sudut bahasa (etimologi) adalah bentuk jamak dari kata khulk,
dalam kamus Al-Munjid berarti budi pekerti, perangkai tingkah laku atau
tabiat.[2] Didalam Da`iratul Ma`arif, akhlak ialah sifat – sifat manusia yang
terdidik. Selain itu, pengertian akhlak adalah sifat – sifat yang dibawa
manusia sejak lahir yang tertanam dalam jiwanya dan selalu ada padanya. Sifat
itu dapat lahir berupa perbuatan baik, disebut akhlak yang mulia, sedangkan
perbuatan buruk disebut akhlak yang tercela sesuai dengan pembinaannya.[3]
Pokok
pembahasan akhlak tertuju pada tingkah laku manusia untuk menetapkan nilainya,
baik atau buruk, dan daerah pembahasan akhlak meliputi seluruh aspek kehidupan
manusia, baik sebagai individu maupun masyarakat.
Dalam
perspektif perbuatan manusia, tindakan atau perbuatan dikategorikan menjadi
dua,
yaitu
perbuatan yang lahir dengan kehendak dan disengaja (akhlaki) dan perbuatan yang
lahir tanpa kehendak dan tak disengaja. Nah disinilah ada titik potong antara
tasawwuf dengan akhlak yang akan dibahas pada makalah ini.
Hubungan antara akhlak dan tasawuf
Ilmu
tasawwuf pada umumnya dibagi menjadi tiga, pertama tasawwuf falsafi, yakni
tasawwuf yang menggunakan pendekatan rasio atau akal pikiran, tasawwuf model
ini menggunakan bahan – bahan kajian atau pemikiran dari para tasawwuf, baik
menyangkut filsafat tentang Tuhan manusia dan sebagainnya. Kedua, tasawwuf
akhlaki, yakni tasawwuf yang menggunakan pendekatan akhlak. Tahapan –
tahapannya terdiri dari takhalli (mengosongkan diri dari akhlak yang buruk),
tahalli (menghiasinya dengan akhlak yang terpuji), dan tajalli (terbukanya dinding
penghalang [hijab] yang membatasi manusia dengan Tuhan, sehingga Nur Illahi
tampak jelas padanya). Dan ketiga, tasawwuf amali, yakni tasawwuf yang
menggunakan pendekatan amaliyah atau wirid, kemudian hal itu muncul dalam
tharikat.
Sebenarnya,
tiga macam tasawwuf tadi punya tujuan yang sama, yaitu sama – sama mendekatkan
diri kepada Allah dengan cara membersihkan diri dari perbuatan yang tercela dan
menghiasi diri dengan perbuatan yang terpuji (al-akhlaq al-mahmudah), karena
itu untuk menuju wilayah tasawwuf, seseorang harus mempunyai akhlak yang mulia
berdasarkan kesadarannya sendiri. Bertasawwuf pada hakekatnya adalah melakukan
serangkaian ibadah untuk mendekatkan diri kepada Allah swt. Ibadah itu sendiri
sangat berkaitan erat dengan akhlak. Menurut Harun Nasution, mempelajari
tasawwuf sangat erat kaitannya dengan Al-Quran dan Al-Sunnah yang mementingkan
akhlak. Cara beribadah kaum sufi biasanya berimplikasi kepada pembinaan akhlak
yang mulia, baik bagi diri sendiri maupun orang lain. Di kalangan kaum sufi
dikenal istilah altakhalluq bi akhlaqillah, yaitu berbudi pekerti dengan budi
pekerti Allah, atau juga istilah al-ittishaf bi sifatillah, yaitu mensifati
diri dengan sifat – sifat yang dimiliki oleh Allah.
Jadi
akhlak merupakan bagian dari tasawwuf akhlaqi, yang merupakan salah satu ajaran
dari tasawwuf, dan yang terpenting dari ajaran tasawwuf akhlaki adalah mengisi
kalbu (hati) dengan sifat khauf yaitu merasa khawatir terhadap siksaan Allah.
Kemudian, dilihat dari amalan serta jenis ilmu yang dipelajari dalam tasawwuf
amali, ada dua macam hal yang disebut ilmu lahir dan ilmu batin yang terdiri
dari empat kelompok, yaitu syariat, tharikat, hakikat, dan ma`rifat.
REFRENSI :
[1]
Dr. Ahmad Daudy, Kuliah Ilmu Tasawuf, Penerbit : Bulan Bintang, Jakarta. Hal.
18.
[2]
Luis Ma`luf, Kamus Al-Munjid, Al-maktabah al-Katulikiyah, Beirut, Hal. 194
[3]
Dr. Asmaran As, M.A, Pengantar Studi Akhlak, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta.
Hal. 1
Tidak ada komentar:
Posting Komentar